School Info
Wednesday, 15 May 2024
  • Mencetak Generasi Islam Teladan yang Berakhlak Mulia, Cerdas, Berjiwa Pemimpin dan Berdaya Saing Global
  • Mencetak Generasi Islam Teladan yang Berakhlak Mulia, Cerdas, Berjiwa Pemimpin dan Berdaya Saing Global
10 September 2022

Implementasi Budaya Positif di Sekolah

Sat, 10 September 2022 Read 11x Artikel

Seorang pendidik diibaratkan sebagai seorang petani yang memiliki peranan penting untuk menjadikan tanamannya tumbuh subur.  Anda akan memastikan bahwa tanah tempat tumbuhnya tanaman adalah tanah yang cocok untuk ditanami. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa,

“…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.”

Sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat bercocok tanam sehingga guru harus mengusahakan sekolah jadi lingkungan yang menyenangkan, menjaga, dan melindungi murid dari hal-hal yang tidak baik. Dengan demikian,  karakter murid tumbuh dengan baik. Sebagai contoh, murid yang tadinya malas menjadi semangat, bukan kebalikannya. Murid akan mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran bila lingkungan di sekelilingnya terasa aman dan nyaman. Selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi.

Dengan demikian, salah satu tanggung jawab seorang guru adalah bagaimana menciptakan suatu lingkungan positif yang terdiri dari warga sekolah yang saling mendukung, saling belajar, saling bekerja sama sehingga tercipta kebiasaan-kebiasaan baik; dari kebiasaan-kebiasaan baik akan tumbuh menjadi karakter-karakter baik warga sekolah, dan pada akhirnya karakter-karakter dari kebiasaan-kebiasaan baik akan membentuk sebuah budaya positif.

Budaya positif yang telah saya lakukan di SMA IT Al Irsyad Al Islamiyyah Purwokerto meliputi:

1. Kegiatan penyambutan (tarhib) murid di pagi hari sebagai gerbang awal menyiapkan murid selama belajar di sekolah.

Kegiatan ini meliputi proses pembiasaan salam, senyum dan sapa (3 S) sebagai penguatan disiplin positif dan menciptakan nilai-nilai kebajikan universal yang sudah disepakati bersama. Selain itu, pengecekan keadaan fisik maupun mental juga dilakukan saat kegiatan ini. Seperti menanyakan keadaan dan kondisi, terutama bagi murid yang dihari sebelumnya tidak masuk dikarenakan sakit serta mengecek kerapihan berupa baju, kuku, sepatu dan rambut sehingga tercipta lingkungan yang positif.

     

2. Pembiasaan sholat dhuha mandiri setiap hari kelas masing-masing dan general di hari selasa (putri) dan rabu (putra).

Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa,

“…dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self-discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self-discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka.”

Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.

Salah satu menguatkan disiplin diri adalah dengan melaksanakan sholat dhuha secara general di masjid. Setelah itu untuk melatih disiplin positif, murid melakukan sholat dhuha secara mandiri di kelas masing-masing sebagai bentuk belajar melatih diri sebagai murid yang merdeka, yang dapat mengontrol diri mereka sendiri.

3. Pembiasaan mengawali pembelajaran di pagi hari dengan dzikir pagi.

Keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam yang bias akita sebut motivasi internal. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa memahami tujuan mulianya.

Salah satu keyakinan kelas yang dibiasakan di sekolah adalah religius dan ketakwaan terhadap Allah Swt. Keyakinan ini menjadi motivasi internal murid untuk selalu membaca dzikir pagi sebelum memulai aktivitas pembelajaran di kelas.

4. Proses restitusi untuk murid yang melakukan pelanggaran disertai posisi kontrol guru sebagai manajer.

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan  mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004).

Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).

Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk  menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah  menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki motivasi intrinsik.

Proses restitusi ini mencakup pelanggaran yang dilakukan murid, seperti datang terlambat ke sekolah, tidak memakai seragam sesuai ketentuan hari, dan lain sebagainya. Diharapkan dengan proses restitusi ini, murid yang melakukan pelanggaran akan menemukan solusi dari pelanggaran yang telah dilakukan, sehingga akan membuat murid tersebut untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya.

This article have

0 Comment

Leave a Comment