:: 62 8000 xxx mading@mading.ciuss
School Info
Tuesday, 07 May 2024
  • Tema Mading dapat menampilkan informasi dalam text berjalan
  • Tema Mading dapat menampilkan informasi dalam text berjalan
11 October 2018

Sebuah Ikhtiar Membangun Peradaban

Thu, 11 October 2018 Read 1x Artikel

Oleh: Rofan Al Fasiry

Suasana masih temeram, jalan pun masih lengang. Beberapa pengendara motor lengkap dengan tas sekolah terlihat menyusur diberbagai jalan di Purwokerto. Ada yang menuju selatan, ada yang ke barat, utara, timur, bahkan menuju sekolah dipagi buta menjelang adzan shubuh berkumandang. Itulah rutinitas siswa SMAIT di sabtu pagi – menyongsong shubuh penuh berkah.

Sebuah rutinitas yang takan lekang dimakan zaman, bertahun-tahun berjalan, bahkan sebelum gerakan shubuh berjamaah di kota-kota besar dan perguruan tinggi menggema. Kesadaran baru meregang, menuntut evaluasi iman ditengah massifnya godaan. Inilah program mengetuk pintu langit, agar keberkahan hari itu benar-benar bermakna, mengawali hari dengan ketaatan dengan harapan menjadi embrio ketaatan berikutnya. “balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya” begitulah janji yang Maha Penyayang.

“Berat!” itulah yang pasti dirasakan, tidak hanya siswa, akan tetapi juga guru, apalagi yang jauh dari lokasi masjid yang dituju. Ditengah hangatnya kasur dan nyamannya bantal, harus bangun dan berdiri mengambil air wudhu, melawan dingin yang menggerogot tulang. Sungguh tidak ada yang bisa melakukan ini kecuali iman. Dan ingat! peradaban manusia kedepan hanya bisa dibangun oleh manusia-manusia yang mempunyai ketangguhan iman, bukan oleh manusia yang ketika bangun tidur masih terlilit oleh ikatan-ikatan syetan, apalagi dikencingi syetan. Na’udzubillah

 “Ketika kalian tidur, syetan membuat tiga ikatan di tengkuk kalian. Di setiap ikatan setan akan mengatakan, “Malam masih panjang, tidurlah!” Jika ia bangun lalu berdzikir pada Allah, lepaslah satu ikatan. Kemudian jika ia berwudhu, lepas lagi satu ikatan berikutnya. Kemudian jika ia mengerjakan shalat, lepaslah ikatan terakhir. Di pagi hari dia akan bersemangat dan bergembira. Jika tidak melakukan seperti ini, jiwanya jadi kotor dan malas.” (HR. Bukhari)

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam tidak hanya menjadikan masjid sebagai tempat shalat, namun juga sebagai majlis ilmu, diskusi dan menyusun strategi, latihan-latihan fisik, dan sebagainya, yang semuanya berorientasi kepada mengkonstruk peradaban umat. Makanya menjadi sangat strategis dan urgen, shubuh berjamaah Siswa SMAIT kalua kemudian dilanjutkan halaqoh siswa, program nasehat dan menasehati, berbicara dan mendengarkan, memimpin dan dipimpin, melatih kecakapan diri, membangun koneksitas, ukhuwwah, bahkan keberanian bertanggungjawab. Iinilah spirit-spirit yang akan menjadi benih membentuk jiwa yang bersih dan siap menyongsong peradaban.

Terakhir, sekolah mengucapkan terima kasih jazakumulloh khoiron kepada takmir masjid Assalam Perum Mandalatama, Baituttaqdis Sawangan, An Nuur Proliman, Abu Bakar Perum GS Bukit Permata, Baitul Hikmah Purwokerto Wetan, Toriqotul Jannah Perum Ketapang Indah, Gelora Indah, Al Ishlah, masjid 17, Arofah Kober, Al Fattah Sumampir, Al Ihya Pabuaran dan Umar bin Khottob Perum Sphire karangwangkal. Terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada orangtua yang sudah all out mensupport program ini, menerima dan ‘menjamu’ para siswa dirumah ketika ketempatan, apalagi yang harus berjuang membangunkan anaknya. Ini mengingatkan akan satu ‘ilustrasi berharga’, percakapan seorang Ibu yang kesulitan membangunkan anaknya shalat shubuh, kemudian mengkonsulkan hal ini dengan syaikh:

“Apa yang Ibu lakukan jika terjadi kebakaran di rumah pada Shubuh hari, dan anak ibu sedang tertidur pulas? Apakah ibu akan membiarkannya tetap tidur karena tidak tega membangunkannya?”

“Tentu tidak Syeikh, saya akan membangunkannya, kalau perlu menyeretnya agar terbangun dan tidak terlalap api.”

“Jika demikian, lakukan seperti itu agar anak bangun shalat Shubuh.”

Seperti itulah yang semestinya orangtua lakukan untuk membangunkan anak shalat Shubuh, bukankah api neraka jauh lebih dahsyat dibandingkan kebakaran rumah saja?

Bagaimana mungkin alasan ‘tidak tega’ membangunkan anak yang tertidur nyenyak, kita sampaikan di hadapan Allah kelak? Apakah kita lebih tega anak kita terlahap api neraka karena tidak terbiasa bangun pagi untuk shalat?

Semoga bermanfaat.

This article have

0 Comment

Leave a Comment